Selasa, 27 Januari 2009

Tindakan Kekerasan Massa, Kekebasan dalam dunia demokrasi...?

. Selasa, 27 Januari 2009

TINDAKAN KEKERASAN MASSA,

(KEBEBASAN DALAM DUNIA DEMOKRASI…?)

Oleh Iskandar, M.Hum

Dosen STAIN SAS BABEL & Mahasiswa Program S3 Hukum UII

Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan ataupun yang dibolehkan dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, menarik garis antara apa itu hukum dan apa itu yang melawan hukum. Hukum dapat berupa suatu perbuatan sesuai dengan hukum atau mendiskualifikasinya sebagai melawan hukum.

Soedarto menyatakan yang diperhatikan dan digarap oleh hukum itulah perbuatan melawan hukum baik sungguh-sungguh terjadi (on recht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi (on recht in potentie). Perhatian dan penggarapan perbuatan itulah yang merupakan penegakkan hukum.

Kejadian kekerasan di Indonesia akhir-akhir ini sudah sangat begitu menyedihkan, hukum bukan lagi kumpulan kaidah yang mesti ditaati, tetapi sekedar huruf-huruf yang tidak mempunyai arti apa-apa. Rentetan peristiwa kekerasan massa yang paripurna menggambarkan pudarnya kekuatan hukum saat ini.

Menjelang akhir abad ke-20, kita dengan sedih menyaksikan banyak kasus kriminal massal terjadi di Indonesia. Konflik horisontal maupun vertikal, tampaknya akan selalu mewarnai kehidupan hukum di Indonesia saat ini. Apabila kita lihat hukum sebagaimana gambaran di atas, maka orang tentunya tidak akan melakukan pelanggaran hukum apalagi dengan model terbaru saat ini “amuk massa”.

Masyarakat sudah lelah menantikan penegakkan hukum yang tidak pasti dan sekedar menjadi panggung sandiwara sinetron politik saja. Bukan hanya untuk kasus-kasus yang berskala nasional yang sangat menyengsarakan rakyat kecil, akantetapi juga untuk kasus-kasus yang setiap hari terjadi di tengah masyarakat. Selain polisi, jaksa dan hakim tentu saja berbagai kesulitan yang didera masyarakat juga menjadi pemicu bagaimana hukum itu tidak ditegakkan.

Oleh karena itu, rangkaian berbagai peristiwa kriminal massal saat ini patut dijadikan bahan kajian secara mendalam, fenomena apa yang membuat rakyat/masyarakat Indonesia yang dulu terkenal lembut, santun, kini justru mudah terpancing emosionalnya meskipun kadang hanya disebabkan oleh hal-hal yang tampak sederhana dan dengan kondisi yang demikian masyarakat sangat mudah melanggar hukum. Hukum di Indonesia tampaknya tidak mempunyai kharisma di mata masyarakat. Hukum adalah yang nampak dalam penyelesaiannya bukan melalui peradilan yang selalu membebaskan para pelaku kejahatan yang sudah terbukti melanggar hukum.

Adanya fenomena amuk massa mengandung faktor pemicu atau faktor korelatif kriminologen-nya dan diakibatkan adanya sesuatu yang keliru dalam mekanisme birokrasi dan penegakkan hukum di Indonesia selama ini, Dr. Mudji menyatakan bahwa penyebab utama adanya pengadilan massa adalah bukan semata-mata karena sistem pendidikan kita yang gagal akan tetapi ada sejumlah faktor yang ikut mempengaruhi, seperti adanya proses pembodohan yang berlangsung lama melalui berbagai simbol dan kebijakan, politisasi dan penseragaman. Karena itulah kekerasan semakin menonjol, apalagi banyak elit politik di Indonesia yang lebih suka ber-talk show dalam melakukan aksi nyata. Akhirnya pengadilan massa semakin menonjol dan kekerasanpun selalu mewarnai kehidupan hukum kita saat ini.

Berbagai tindakan main hakim sendiri, mencerminkan bahwa segala sesuatu harus berjalan sesuai institusi dan fungsinya. Dengan demikian jika aparat tidak mau menegakkan institusi dan fungsinya, maka akan muncul perlawanan yang didorong oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap keadaan serba rancu yang akhirnya menimbulkan gejolak sosial dan anarkhi.

Lemahnya tradisi hukum di Indonesia saat ini, pada dasarnya tergantung pada semua komponen yang terlibat dalam proses hukum. Bukan semata-mata tergantung pada pengadilan dan para hakim yang menegakkan hukum. Tindakan kekerasan selama ini sudah berjalan sangat lama sekali, menyadarkan kepada kita akan nilai-nilai kemanusiaan sudah mulai memudar dan bahkan kurang diperhatikan dalam kehidupan berbangsa saat ini. Fenomena disekitar kita saat ini menunjukkan bahwa adanya sebagian masyarakat yang menganggap kekerasan atau pola-pola agresitivitas sebagai hal yang biasa atau lumrah. Bahkan ada di antara mereka yang menjadikan sikap dan perilaku agresif itu sebagai sarana dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi saat itu juga.

Berlangsungnya praktik seperti demikian, tentunya sangat mengkawatirkan akan kelangsungan bangsa Indonesia selanjutnya, karena perilaku seperti itu menjadikan manusia lebih rendah dari binatang. Kita ketahui bahwa binatang memiliki perilaku yang agresif yang dalam bentuk defensif, yaitu ketika kepentingan hayatinya mulai terancam, maka ia akan melakukan apa saja yang dapat membuat dirinya aman dan damai. Tujuannya adalah bukan untuk mengancurkan, melainkan sekedar untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Namun bagi sebagian manusia, destruktivitas dan kekejaman (seperti kekerasan saat ini), justru memberinya rasa puas yang amat sangat. Banyak manusia yang tiba-tiba dikuasai oleh nafsu haus darah untuk melakukan kekerasan dan merusak apa yang ada disekitarnya.

Terlepas dari motivasi dan alasan dasar melatarbelakanginya, agresitivitas dalam bentuk tindakan kekerasan atau perilaku yang mengarah kepada kebrutalan merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia sebagai makhluk yang bereksistensi karena hanya manusia yang menyadari keberadaannya sendiri dan dengan melihat hal itu, manusia dapat memahami antara manusia satu dengan manusia lainnya. Inilah yang dinamakan interaksi sosial.

Dengan demikian, dunia manusia dihayati sebagai dunia bersama, oleh karenanya, kelangsungan kehidupan hukum di Indonesia saat ini tergantung kepada manusianya, sejauhmana ia peduli terhadap kehidupan dan sesamanya serta sejauhmana ia mau menjauhi segala macam bentuk perilaku yang akan menghancurkan kehidupan, tanpa ada kesadaran manusianya tidak akan pernah bereksistensi dalam pengertian yang sebenarnya.

Sebagaimana bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, agresitivitas juga bertentangan dengan diametral dengan nilai-nilai universalitas agama. Sehingga kehidupan manusia juga selalu berkaitan dengan agama. Walaupun tindakan main hakim sendiri sangat ditentang oleh agama, akan tetapi bila tanpa adanya peran pemerintah dalam menegakkan hukum secara baik dan benar, maka hukum akan selalu menjadi “mainan” para pihak yang berkepentingan saja, kekerasan semakin menjadi tanpa ada yang dapat membendung arus perlawanan masyarakat terhadap hukum yang sah saat ini.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Feed Ruri Andari

KOMPAS.com - Nasional

Mengenai Saya

Foto saya
Candidat Doktor,Dosen di Babel, Konsultan Pendidikan, Widiaishwara Badan Diklat Babel,tinggal di Pangkalpinang babel lahir di Pangkalbuluh Kecamatan Payung Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Istri : Maria Susanti, S.Ag, anak 3 orang : Afdila Ilham Isma (lahir di Pekan Baru/Riau), Asyiqo Kalif Isma (lahir di Pangkalpinang, Alziro Qaysa Isma (lahir di Pangkalpinang)
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com