Senin, 06 April 2009

KOALISI SEMU

. Senin, 06 April 2009


Memasuki masa tenang, semua atribut pemilu telah dilepas oleh masing-masing para kontestan. Walau demikian masih ada yang belum melepaskannya seperti beberapa tempat masih jelas terlihat. Rangkaian pesta yang diselenggarakan oleh pemilik otoritas pemilu 2009 semestinya ditaati bersama, namun tampaknya proses pendidikan politik masih belum menyadarkan para calon idol, tentunya masyarakat akan menilai kembali mana yang konsisten dan mana yang belum. Kecerdasan masyarakat kembali digaungkan agar mencapai kualitas pemilu yang demokratis.

Bila kita lihat dalam beberapa waktu terakhir ini, beberapa partai mencoba untuk menjajaki kemungkinan bersatu kembali, muncul blok-blok huruf yang mengarahkan nama tertentu. bahkan tidak sedikit lembaga-lembaga pengamat yang memanas-manasi suasana terkait dengan blok-blok tersebut. Para kontestan politik juga menyadari bahwa inilah kesempatan iklan gratis untuk mendongkrak kredibilitas partai dalam memperoleh suara. Pengalaman pemilu 2004, sedikit menggoreskan bahwa blok-blok tersebut mulanya tidak demikian namun akhirnya kembali pada muara yang tidak disangka-sangka.itulah politik!
Mengapa harus koalisi ? sebuah pertanyaan yang cukup sederhana..kemungkinan bisa dikatakan bahwa politisi sudah mengarah pada ketidakpercayaan diri mereka masing-masing. Ketidakpercayaan meraih suara mutlak. Mengingat pemilu 2009 ini persaingan semakin sulit diprediksi, lembaga survey menyampaikan angka-angka seperti sebuah pesanan saja. Jalan terakhir…koalisi….Karena koalisi partai untuk seorang calon presiden diperlukan, mengingat kecilnya peluang seorang calon presiden dari sebuah partai mendapat suara mutlak dalam pemilu nanti.
Dengan melakukan koalisi tentunya akan membantu mengurangi ketidakpastian siapa yang akan menang dalam pemilihan presiden nanti. Koalisi ini dilakukan dengan pertimbangan hubungan erat antara perolehan suara dengan calon presiden yang akan diusung oleh partai. Apalagi, dalam sistem pemilihan presiden tahun 2009, seseorang dicalonkan untuk jabatan presiden oleh partai politik. Dengan kereta Partai setidaknya membantu mengurangi tingkat kesulitan memperkirakan perilaku pemilih terhadap calon-calon presiden yang akan bersaing nanti.
Perlu disadari bahwa partai politik adalah mesin politik yang punya daya mobilisasi massa paling sistematis dan terorganisis. Karena itu, koalisi antarpartai politik diharapkan berperan sebagai mesin politik besar untuk memobilisasi massa pemilih presiden yang dicalonkan sesuai dengan mesin politik masing-masing. Karenaya hingga saat ini tidak ada organisasi sosial-politik yang punya kemampuan mobilisasi massa secara nasional sebesar partai politik
Kemungkinan terjadinya koalisi antar partai disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya karena adanya kesamaan platform baik visi maupun misi di antara partai yang akan berkoalisi tersebut. Platform yang dimaksud termasuk dalam masalah agama dan ekonomi. Tapi, koalisi juga bisa dibangun atas dasar kepentingan politik murni, yakni untuk mendapatkan jabatan publik strategis dan kemudian membagi-baginya di antara sesama peserta koalisi.
Dalam hal platform sisi ekonomi, hampir semua partai besar punya platform yang sama: dalam retorika menekankan ekonomi kerakyatan, tapi dalam praktek melaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi pasar. Karena itu, platform ekonomi belum menjadi faktor yang menentukan kenapa dua partai atau lebih membangun sebuah koalisi, sementara partai lainnya tidak bergabung dengan koalisi tersebut.

Pengalaman dalam berkoalisi
Koalisi selama ini hampir dikatakan tidak permanen, koalisi masih memunculkan kepentingan-kepentingan partai. Hal ini terlihat dari hasil koalisi selama 5 tahun terakhir, muncul sinyal-sinyal negatif dalam pelaksanaannya. Demikian juga koalisi partai-partai politik dalam Pemilu 2009 tidak bisa diharapkan akan mencapai pada titik strategis dalam pembangunan. Seperti kesamaan untuk membangun sistem politik nasional yang lebih demokratis, atau kesamaan untuk menata kembali lembaga-lembaga ketatanegaraan yang memperkuat sistem presidensial, atau juga sistem ekonomi yang nonkapitalis. Karena kehidupan politik saat ini sudah terjebak dalam pragmatisme politik, yang tidak memikirkan kepentingan kebangsaan, orientasinya hanya jangka pendek yaitu kekuasaan, semakin banyaknya kontestan politik, semakin menjauhkan makna pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.
Semestinya pertemuan-pertemuan pimpinan antar partai politik selama ini janganlah menhadirkan bak sinetron belaka, mekipun telah manuver untuk menggalang dukungan politik hingga memunculkan klaim blok-blok kekuatan politik, namun hal itu baru sebatas wacana karena koalisi dan pencalonan presiden/wakil presiden masih sangat tergantung kepada hasil Pemilu legislatif 9 April 2009. Oleh karenanya, parpol memang harus merestrukturisasi diri dan semestinya jumlah partai yang besar perlu dikurangi dengan sistem multipartai sederhana. Langkah kedua, parpol juga harus meninjau ulang ideologinya. Reideologisasi partai politik, agar partai dapat mengimplementasikan cita ideal tatanan masyarakat dalam kehidupan politik, ekonomi, keamanan dan peradaban.
Pemilu 2009 sudah semestinya menghasilkan parlemen yang reformatif . Dengan demikian, kepercayaan masyarakat pada partai politik akan membaik. Dan kalau itu bisa diwujudkan maka pemerintahan koalisi yang baik juga akan lebih mudah dibentuk. Indonesia telah mengalami bagaimana pendidikan politik yang selama ini terbangun, pemilu 2004 merupakan tonggak eksperimen bagi kita semua. Mereka yang terpilih menjadi idol politik 2009, maka sebagai anggota legislatif harus sungguh-sungguh dan ber komitmen anti-korupsi dan merepresentasi kepentingan rakyat banyak pun perlu diberikan kesempatan untuk tampil.
Fenomena Blok M, Blok S dan Blok J dalam Politik di Indonesia merupakan representasi dari munculnya blok-blok kekuatan politik yang wajar dan sesuai dengan logika yang mendasari, yaitu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik yang meraih suara sah nasional 25 persen dan 20 kursi parlemen

Koalisi Islam versus nasionalis-sekuler ?
Koalisi dapat dilakukan dengan beberapa partai yang memiliki kesamaan, namun sebagian ada yag berpendapat bahwa partai Islam dengan partai nasionalis jauh lebih tepat. Anggapan tersebut bisa saja terjadi guna meningkatkan peran dan fungsinya di dalam membangun bangsa Indonesia ke depan. sebagai titik awal membangun koalisi. Meskipun beberapa pengamat menilai, bahwa koalisi antara dua partai yang sama-sama berfaham kebangsaan itu tidak akan terjadi karena antara keduanya memiliki karakter yang berbeda. Namun dalam teorinya koalisi partai dapat dikelompokkan dalam dua bagian saja.

Kelompok pertama adalah koalisi yang tidak didasarkan atas pertimbangan kebijakan (policy blind coalitions) dan koalisi yang didasarkan pada preferensi tujuan kebijakan yang hendak direalisasikan (policy-based coalitions). Bentuk koalisi ini menekankan prinsip ukuran atau jumlah kursi di parlemen, minimal winning coalition dan asumsi partai bertujuan ”office seeking” (memaksimalkan kekuasaan). Bentuk koalisi seperti ini loyalitas peserta koalisi sulit terjamin dan sulit diprediksi.
Kelompok kedua menekankan kesamaan dalam preferensi kebijakan, minimal conected coalition (terdiri dari partai-partai yang sama dalam skala kebijakan dan meniadakan patner yang tidak penting), dan asumsi koalisi partai, bertujuan ”policy seeking”, yaitu mewujudkan kebijakan sesuai kepentingan partai. Bila koalisi seperti ini terbentuk, maka loyalitas peserta koalisi partai akan terbentuk, karena diikat oleh kesamaan tujuan kebijakan.
Untuk melihat koalisi terbaik demokrasi saat ini, kita bisa lihat dari kemauan kelompok mana dan capaian apa saja yang menjadi target mereka yang koalisi. Banyaknya bentuk koalisi tersebut akan cenderung koalisi hanya bersifat pragmatis dan akhirnya selalu pecah pada saat pelaksanaannya. Oleh karena itu dalam membangun koalisi sudah waktunya untuk dipikirkan bahwa kesamaan program dan kebijakan dalam membentuk pemerintahan yang efektif dan stabil baik di tingkat daerah hingga tingkat pusat tidak semata-mata hanya karena alasan pragmatisme dan kekuasaan belaka.
Untuk menghindarinya perlu adanya aturan terkait dengan koalisi, batasan-batasan yang harus dilaksanakan, sehingga koalisi tentuya tidak hanya untuk kepentingan sesaat saja, namun koalisi untuk membangun negeri ini lebih baik, adanya sanksi-sanksi dalam koalisi merupakan upaya keterikatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama-sama. Dan nantinya tidak ada partai yang merasa dirinya menjadi pahlawan dalam membangun bangsa ini, namun jika kita melihat kondisi politik 2009 ini, masih tampak sekali semua partai yang berkoalisi menjadi pahlawan. Mampukah kita berkoalisi dengan baik? Mudah-mudahan dengan koalisi yang akan terjadi nanti tidaklah sebuah KOALISI SEMU.semoga bermanfaat

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Feed Ruri Andari

KOMPAS.com - Nasional

Mengenai Saya

Foto saya
Candidat Doktor,Dosen di Babel, Konsultan Pendidikan, Widiaishwara Badan Diklat Babel,tinggal di Pangkalpinang babel lahir di Pangkalbuluh Kecamatan Payung Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Istri : Maria Susanti, S.Ag, anak 3 orang : Afdila Ilham Isma (lahir di Pekan Baru/Riau), Asyiqo Kalif Isma (lahir di Pangkalpinang, Alziro Qaysa Isma (lahir di Pangkalpinang)
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com