Jumat, 08 Mei 2009

AKTUALISASI TNI DI ERA REFORMASI

. Jumat, 08 Mei 2009

Negara, menurut Max Weber, adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keasahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya. Sedangkan lembaga yang mempunyai monopoli terhadap pengelolaan kekerasan (management of Violence) adalah organisasi militer. Dengan demikian dalam suatu negara keberadaan organisasi militer sangat dibutuhkan untuk menegakkan hukum dan kewibawaan pemerintah.

Keterlibatan Militer dalam politik Indonesia.
Dalam sejarah militer, dikatakan bahwa TNI merupakan organisai kelaskaran sedangkan TRI merupakan rangkaian tentara yang didalamnya juga terdapat laskar yang tidak patuh kepada pimpinannya. Dan akhirnya TRI dan kelaskaran ini dilebur dalam rangka perbaikan program rekonstruksi dan rasionalisasi jumlah tentara yang demikian banyak, dimana tentara tersebut ada yang berlatar belakang PETA dan eks. KNIL, seperti A.H. Nasution, T.B Simatupang yang menginginkan tentara yang berdisiplin keras, terlatih dengan baik, dan bersenjata lengkap menyetujui program.
Dengan sejarah yang dimiliki oleh militer tersebut, maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia tidak memiliki angkatan bersenjata. Hal ini disebabkan pemerintah pada saat itu tidak mempunyai ketegasan terhadap peran tentara dalam pemerintahan yang akhirnya menimbulkan akibat-akibat yang serius.
Kenyataan tersebut yang tidak tergantung kepada pemerintah ini dalam pengertian lain, militer di Indonesia adalah tentara yang melahirkan dirinya sendiri. Dari hal di atas, sudah menampakkan diri bahwa tentara sebagai lembaga yang otonom. Otonomi ini semakin nampak karena lemahnya institusi sipil. bahkan akhirnya juga diantara pimpinan militer sering berbeda pandangan.
Sikap yang dibangun oleh militer yang otonom terhadap pemerintah inilah yang berbeda latar belakang tersebut menjadikan polarisasi baru dalam menjalin hubungan antara pemerintah dan militer. PETA mengatakan bahwa antara pemerintah dan militer relatif banyak mempersamakan dirinya dengan pemerintah sipil, yakni sebagai tokoh sosial atau solidarity makers (penggalang solidaritas).
Implikasi polarisasi sikap terhadap hubungan pemerintah dan militer bagi organisasi militer sendiri adalah sering diabaikan atau tanpa mempertimbangan aspirasi mereka dalam mengambil keputusan politik nasional. Seperti terjadi pada perjanjian Lingar Jati yang akhirnya dilanggar oleh Belanda. Dan yang paling menyakitkan di pihak militer adalah penyerangan kembali ke wilayah RI tanggal 19 Desember 1945 (perang dunia II), dimana pemrintah lebih suka ditawan oleh belanda. Akhirnya militer membawa beban moral tersendiri. Dengan modal adanya kekosongan pemerintahan ini, membuat militer mempunyai pengalaman dalam menjalankan pemerintahan militer. Birokrasi militer dibuat sejajar dengan birokrasi pemerintahan sipil, yang kemudian hari disempurnakan dan menjadi salah satu peralatan negara yang canggih untuk mengontrol hubungan negara dan masyarakat.
Dalam kenyataan pada saat itu juga, adanya campur tangan pemerintah dalam urusan intern militer seperti pilihan Menteri Keamanan yang ditolak pemerintah yang akhirnya Panglima Sudirman dihadapkan pada pilihan yang sulit untuk menentukan keberadaan tentaranya.
Akibat peristiwa diatas ternyata membawa hikmah di kalangan tentara untuk lebih mengkonsolidasikan diri dan menggalang persatuan dan kesatuan diantara mereka. Dengan membentuk kongres yang diambil dari enam perwira yang berpangkat lebih rendah untuk memulihkan persatuan. Setelah adanya Kepala Staf Angkatan Darat yang merupakan hasil dari kongres tersebut, oleh Nasution mulai melaksanakan doktrin untuk merasionalisasikan keterlibatan militer dalam politik Indonesia.
Gambaran jelas dari rasionalisasi Nasution mengenai keterlibatan militer dalam politik diungkapkan pada tahun 1958 dengan sebutan “jalan tengah”, yang akhirnya perintah Nasution terhadap Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung untuk mempersiapkan sebuah doktrin militer yang memungkinkan pelaksanaan kebijakan “jalan tengah”, berdasarkan pengalaman revolusi. Pada saat sekarang ini doktrin tersebut dikembangkan oleh kalangan militer di Indonesia sebagai dasar legitimasi peranan mereka di luar tugas bakunya sebagai keamanan, yakni militer mempunyai peran sosial-politik dalam kehidupan negara. Juga mereka berpegang pada Sapta Marga atau tujuh jalan dalam bertindak. Dengan Sapta Marga tersebut terlihat bahwa tiga diantaranya menjelaskan sikap dan peran setiap anggota angkatan bersenjata dalam masyarakat, sementara empat marga selanjutnya menyatakan apa sesungguhnya makna menjadi prajurit.

TNI Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Era Reformasi.
Dalam kerangka pemikiran TNI, sebenarnya peran dan kontribusi yang telah diabadikan sejak republik ini berdiri tidak sama sekali berkonotasi kekuasaan. Tidak pula sebagai ambisi menguasai segala peran. Peran tersebut lebih karena tuntutan. Justru kehendak kuat dari TNI dalam membangun justru terus membangun bangsa adalah bagaimana masyarakat makin berdaya.
Jika bangsa ini jujur, ikut andil TNI dalam membangun masyarakat yang kritis, terbuka dan maju tidaklah kecil. Dengan demikian jika muncul anggapan yang keliru terhadap TNI, apalagi disimpulkan peran TNI selama ini telah mengalami penyimpangan dan menyalahi kelaziman peran suatu angkatan bersenjata, hanyalah sebuah pembelaan yang menafikan realitas bagi militer di Indonesia.
Pada era reformasi ini, banyak orang menaruh harapan yang besar kepada TNI. Sebagai salah satu institusi yang memiliki legitimasi struktural dan kultural dalam kehidupan kebangsaan, posisi yang dimiliki TNI ini sangat strategis dalam menggerakkan reformasi. Kemudian muncul sikap pesimis dan skeptis terhadap TNI. Hal ini sejalan dengan bergulirnya reformasi dimana TNI tidak berjalan di tengah refomasi tetapi malah terjadi perpecahan di kubu mereka dalam memperebutkan kekuasaan untuk mendekati ke pemerintahan. Hal ini sesuai dengan polling yang dilakukan oleh beberapa media, bagaimana TNI dalam pandangan masyarakat yang akhirnya banyak yang memberikan jawaban negatif.
Beragamnya penilaian itu menunjukkan bahwa adanya kepentingan negara ini terhadap militer. Karena setiap sorotan atau kritikan oleh TNI dipilah dan dipilih. Karena tidak semua penilaian yang diberikan itu bersifat fair dan jujur.
Berbicara masalah posisi TNI dalam masa reformasi ini haruslah dilihat secara jernih dan utuh, bagaimana posisi dan peran TNI dalam kehidupan berbangsa. Dalam kenyataan sekarang fungsi TNI adalah mengamankan seluruh komponen bangsa terhadap tekanan yang ingin menghancurkan negara dan tugas lainnya adalah memajukan kesejehteraan umum dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian dan keadilan.
Harapan masyarakat saat ini adalah adanya peran TNI untuk tidak memihak salah satu kelompok manapun seperti status quo dan kelompok yang memenangkan pemilu atau mantan pejabat militer yang mendekati kekuasaan.
Oleh karena itu, peran TNI dalam kehidupan nasional baik yang telah, tengah, maupun yang akan dilaksanakan tidak terlepas dari dimensi historis, kondisi aktual serta kecenderungan yang akan datang. Variabel-variabel tersebut harus secara cermat dan komprehensif dibaca serta diterjemahkan menjadi suatu model yang dapat memberi gambaran yang jelas akan tantangan, kendala dan peluang yang dihadapi dan akan ditempuh.
Tinjauan ulang peran TNI masa lalu untuk dimasukkan pada masa saat ini menunjukkan bahawa peran dan fungsi tersebut mengalir dari hakikat hubungan militer dan politik secara universal, yakni bahwa “perang bukan sekedar tindakan dari suatu kebijakan tetapi merupakan alat politik (negara) yang sebenarnya, satu kelanjutan kegiatan politik dengan cara lain. Sasaran politik menjadi tujuan utama, perang menjadi alat untuk mencapainya dan sebagai alat perang tidak dapat dipandang secara terpisah”.
Oleh karena itu, sebagai salah satu kunci pengaman untuk menjembatani dan mencegah penyalahgunaan militer bagi politik partisan adalah menjaga bahwa tentara tetap profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis partisan. Dengan demikian tugas tentara hanya menjalankan menjalankan politik negara pada tingkat kenegarawan, terutama bersentuhan dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi pertahanan-pertahanan negara.
Kalaulah terjadi adanya intervensi militer dikarenakan adanya kecenderungan manifestasi spesifik gejala yang lebih luas bagi semua negara berkembang. Gejala tersebut ditandai dengan apa yang dikatakan oleh Samuel P. Huntington:
“….the general politicization of social forces and institutions. In such societies, politics lacks autonomy, complexity, coherence and adaptability, all sorts of social forces and group become directly engaged in general politics”.
Dari gejala di atas, maka tantangan pelaksanaan fungsi pertahanan-keamanan dalam konteks kemacetan sistem, kiranya tidak dapat dilepaskan dari situasi umum yang ditandai dengan ciri khas adanya krisis akibat dari perubahan sosial dan mobilisasi kelompok-kelompok baru yang berlangsung cepat serta dihadapkan dengan adanya pengembangan institusi politik yang berjalan lamban.
Inilah menjadi perhatian kita bersama. Dengan adanya penghujatan terus menerus kepada TNI dalam perannya dimasyarakat, akan mengakibatkan Indonesia menuju tempat jurang yang dalam untuk melakukan bunuh diri karena walau bagaimanapun peran TNI baik sebagai prajurit maupun sebagai manusia dimasyarakat saat ini sangat dibutuhkan terlebih. Kedepannya kita berharap TNI dapat selalu mengaktualisasikan diri terhadap perannya di masyarakat. Semoga mencerahkan.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Feed Ruri Andari

KOMPAS.com - Nasional

Mengenai Saya

Foto saya
Candidat Doktor,Dosen di Babel, Konsultan Pendidikan, Widiaishwara Badan Diklat Babel,tinggal di Pangkalpinang babel lahir di Pangkalbuluh Kecamatan Payung Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Istri : Maria Susanti, S.Ag, anak 3 orang : Afdila Ilham Isma (lahir di Pekan Baru/Riau), Asyiqo Kalif Isma (lahir di Pangkalpinang, Alziro Qaysa Isma (lahir di Pangkalpinang)
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com