Jumat, 05 Juni 2009

THE POWER OF PANCASILA

. Jumat, 05 Juni 2009

Sebuah kekuatan yang cukup baik ketika negeri ini menginginkan kemerdekaan, Pancasila sebagai pilihan patokan berbangsa dan bernegara. Negeri yang dicita-citakan oleh segenap bangsa ini merupakan perwujudan persatuan dan kesatuan. Berapa banyak suku dan agama yang telah berjuang untuk kemerdekaan negeri ini. Berapa banyak akidah yang telah menjadi perdebatan panjang dalam mendirikan negeri ini. Sebagian berpendapat ada yang menganggap bahwa pancasila tidak perlu dirubah namun sisi lain sebagian berpendapat bahwa pancasila merupakan buatan manusia. Itulah sebait cerita dari pancasila.
Jika kita telusuri lebihjauh, maksud power disini adalah kekuatan pemersatu bagi berbagai suku dan bangsa. 1 juni selalu diperingati agar para warganegara dapat mengingat kembali kekuatan tersebut. Namun tidaklah perlu kita mengusiknya lebih mendalam dari sisi agama. Semua agama jelas berbeda pandangan dalam menilai pancasila. Namun lebih dipahami bahwa pancasila merupakan pedoman manusia untuk berbangsa dan bernegara dalam konteks Indonesia saja, karena bangsa lain tidak menggunakan ideologinya pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara yang kuat tertanam di dalam masyarakat Indonesia. Karena itu, tidak beralasan bagi berbagai kelompok masyarakat di Indonesia untuk menuntut perubahan (atau bahkan penghapusan) Pancasila sebagai dasar negara. Sejarah telah membuktikan bahwa Pancasila telah dianggap oleh bangsa Indonesia sebagai ideologi pemersatu bangsa karena mayoritas dari masyarakat Indonesia tidak keberatan terhadap Pancasila. Semua agama hingga hari ini secara formal tidak mempermasalahkan pancasila, namun tidak menutup kemungkinan secara informal ada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan pancasila dan mereka terpaksa mengikuti karena berada di Indonesia.
Sisi lain kelima sila yang terkandung dalam Pancasila tidak bertentangan dengan kepentingan dan persepsi sebagian terbesar rakyat Indonesia. Dalam proses amandemen UUD 1945 juga telah disadari tentang perlunya melestarikan Pancasila sebagai dasar negara dalam UUD 1945. Pernah muncul debat dalam Panita Ad Hoc I (PAH I) Badan Bekerja MPR (periode 1999-2004) tentang perlunya memasukkan Pancasila ke pasal-pasal UUD 1945.
Adanya ketidak setujuan dengan Pancasila lebih pada munculnya berbagai fenomena yang dinilai masih wajar dalam demokrasi. Yang perlu dicamkan oleh setiap orang adalah bahwa pendapat-pendapat yang berbeda harus disalurkan melalui cara-cara konstisusional dan parlementer. Cara-cara kekerasan dalam mewujudkan aspirasi harus dihindari dan tidak diperkenankan dinegara kita, karena Negara Indonesia adalah Negara hukum.
Berdasarkan gambaran di atas terlihat bahwa harus ada toleransi terhadap orang yang tidak setuju Pancasila. Selama Orde Lama dan Orde Baru, toleransi seperti ini tidak ada karena pihak-pihak yang tidak setuju Pancasila diangap sebagai musuh politik yang harus dimusnahkan. Bahkan bisa dikatakan bahwa yang dianggap sebagai musuh terbesar pada kedua periode itu adalah mereka yang anti-Pancasila. Sejarah telah membuktikan bahwa pola pikir seperti itu menghasilkan kehancuran bangsa Indonesia.
Kelihatannya kelompok yang tidak setuju Pancasila tidak merupakan kekuatan politik yang cukup besar. Kekuatan-kekuatan politik utama yang diwakili sejumlah organisasi kemasyarakat (ormas) dan partai politik (parpol) yang kuat merupakan pendukung Pancasila. Kemungkinan untuk berkembangnya kelompok anti-Pancasila di masa datang tidak terlihat cukup kuat karena memang tidak ada argumentasi yang solid untuk itu.
Keinginan beberapa parpol Islam memasukkan tujuh kata yang berasal dari Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 pada proses amandemen UUD 1945 yang lalu tidak dapat dianggap sebagai sikap anti-Pancasila. Tuntutan tersebut tidak bertujuan mengubah Pancasila karena hanya menambahkan tujuh kata itu saja ke salah satu pasal UUD 1945. Demikian juga dengan dikeluarkannya berbagai peraturan daerah (perda) yang bernuansakan syariat Islam. Perda-perda tersebut tidak merupakan perlawanan terhadap Pancasila karena dikeluarkan tanpa mempermasalahan keberadaan Pancasila.
Sebenarnya debat yang terjadi di dalam konstituante tahun 1956-1959 hanya berkisar pada satu pasal di dalam rancangan UUD yang sedang digodok oleh lembaga pembuat konstitusi. Karena itu, tidak tepat mengatakan bahwa debat yang terjadi di konstituante adalah debat tentang negara Islam. Yang terjadi adalah debat tentang dasar negara: apakah Indonesia yang diatur oleh konstitusi baru tersebut didasarkan atas Pancasila atau Islam.
Oleh karena itulah kekuatan Pancasila terletak pada nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya. Kelima sila dalam Pancasila adalah nilai-nilai ideal yang dianut oleh semua kelompok sosial sehingga tidak ada alasan untuk menentangnya. Kalaupun ada penentangan selama ini, penyebabnya adalah sikap yang anti terhadap pemerintah Soekarno dan Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik.
Faktor penyebab kedua adalah keinginan sebagian tokoh politik Islam memberikan warna Islam ke dalam konstitusi mengingat mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Jadi yang dituntut oleh tokoh-tokoh politik Islam bukan negara Islam karena konsep negara Islam masih diperdebatkan dan memerlukan pengkajian lebih mendalam. Meski begitu, pencantuman ketentuan yang khusus berlaku bagi ummat Islam, seperti yang termuat dalam tujuh kata Piagam Jakarta: "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", tidak bisa diterima oleh tokoh-tokoh dan masyarakat yang beragama lain.
Nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal dan dapat diterima oleh semua kelompok menjadikan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang majemuk (heterogen) membuat Pancasila semakin menarik karena kelima sila dapat dijadikan payung bagi semua kelompok yang ada di Indonesia. Sejarah sudah menunjukkan bahwa satu-satunya gerakan politik bersenjata yang ingin mengganti Pancasila adalah dua pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) masing-masing pada tahun 1948 dan 1965.
Di masa-masa mendatang, nilai-nilai Pancasila yang universal perlu dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi tolok ukur bagi bekerjanya sistem politik dan tingkah laku manusia Indonesia. Soekarno yang merupakan pencetus gagasan Pancasila tidak berusaha menjabarkan nilai-nilai Pancasila menjadi lebih kongkret. Namun generasi peneruslah yang berpikir untuk menjabarkan nilai-nilai dalam usaha mempersatukan bangsa Indonesia dalam keadaan utuh. Menghadapi pemilihan Presiden 2009, tentunya mengedepankan persatuan dan kesatuan dan keutuhan Bangsa Indonesia untuk masa yang akan datang akan lebihbaik dibandingkan mengedepankan ambisi pribadi. Semoga mencerahkan. (Jogjakarta, Juni 2009)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

tetapi perlu diingat sila ketuhanan yang maha esa ditafsirkan dengan menutupi makna aslinya. dasar negara yang menutupi kebenaran akan menghasilkan bangsa yang mudah dibohongi

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Feed Ruri Andari

KOMPAS.com - Nasional

Mengenai Saya

Foto saya
Candidat Doktor,Dosen di Babel, Konsultan Pendidikan, Widiaishwara Badan Diklat Babel,tinggal di Pangkalpinang babel lahir di Pangkalbuluh Kecamatan Payung Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Istri : Maria Susanti, S.Ag, anak 3 orang : Afdila Ilham Isma (lahir di Pekan Baru/Riau), Asyiqo Kalif Isma (lahir di Pangkalpinang, Alziro Qaysa Isma (lahir di Pangkalpinang)
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com